Sebelum pukul dua belas, aku ingin menyampaikan sedikit dari banyaknya rasa yang saling bersimpangan di tengah-tengah hati: aku rindu, dan bingung bagaimana mengungkapkannya.
Satu hal penting yang perlu diingat, aku hanya seorang pecinta amatir; seorang dengan pengalaman cinta nol besar yang dipaksa menahan buncahan gejolak rasa asing di dada. Begini, ya, rasanya kalau tidak tahu kabarmu barang sehari-dua hari?
Maka, sebelum pukul dua belas, di atas alas pembaringan paling nyaman sejagad raya ini, aku kembali mengambil ponsel yang sengaja kutaruh di atas nakas dan membuka media sosialmu. Harapanku sederhana, semoga rasa rinduku berangsur meluruh dan aku bisa tertidur dengan nyenyak, kemudian terbangun dengan seutas senyum di hari esok.
Tapi rupanya malah menjadi masalah. Rinduku semakin besar. Otakku semakin kurang ajar menampilkan senyum manismu saat melihat teman-temanmu saling tertawa bahagia karena ejekan dan candaan konyol khas lelaki yang tidak pernah bisa kumengerti karena bukan satu tongkrongan. Atau binar matamu saat kamu melihat pelangi. Bahkan sekarang samar-samar aku bisa mendengar suara lembutmu yang tengah menyanyikan lagu kesukaanku di telingaku.
Ah, gila. Aku harus tidur. Sudah pukul dua belas lewat.
Maka, setelah pukul dua belas, aku memutuskan untuk tidur dengan segala buncahan rasa asing yang masih, dan semakin ramai bersimpangan di tengah-tengah hati. Kapan kiranya kita bisa bertemu? Aku rindu.